Manfaat Membaca Shalawat Nahdlatain, Warisan Pahlawan Nasional

Sholawat Nahdlatain berisikan sholawat terkhusus kepada Nabi Muhammad SAW, kemudian kepada semua para nabi dan rasul dan para keluarga serta sahabat mereka. Kemudian dilanjutkan dengan doa untuk NWDI & NBDI, setelah itu dilanjutkan lagi dengan doa untuk kemaslahatan semua pihak, untuk semua kaum muslimin dan muslimat.

Shalawat ini disusun pada tahun 1947/1366 H, ketika beliau mendapat tugas dari pemerintah untuk menjadi Amirul Hajj dari NIT (Negara Indonesia Timur). Proses penyusunan shalawat Nahdlatan ini berawal dari inspirasi yang muncul pada diri beliau ketika berada di Rhaudhah ( makam Rasulullah SAW) di Madinah. Pada saat itu ada beberapa ulama yang berasal dari Mesir, Baghdad, dan lain-lain, ramai-ramai membaca berbagai  model dan variasi shalawat yang dipersembahkan kepada Rasulullah SAW. Melihat seperti itu, maka beliau terinspirasi pula untuk membuat sebuah kenang-kenangan dalam bentuk shalawat, beliau kemudian  mengambil secarik kertas untuk mengorek bunyi atau lafazh shalawat tersebut. Sambil berdiri, duduk, berdiri, duduk mengoreksi dan meluruskan kalimatnya, maka dalam waktu singkat itu tersusunlah shalawat tersebut dengan rapi.

Sekembalinya dari Raudhah, beliau membawa dan menyodorkan susunan shalawat tersebut kepada gurunya Syeikh Hasan Muhammad Al-Masysyath. Begitu teks shalawat itu diterima, sang guru spontan tersenyum, merasa senang dan gembira melihat hasil karya dari murid kesayangannya.

Menurutnya, tersenyumlah Syeikh Hasan Al-Masysyath melihat shalawat ini, merasa kagum terhadap untaian shalawat tersebut, yang di dalamnya terdapat tiga hal penting.

Pertama, di dalam shalawat ini terdapat kalimat “Bika” (dengan berkat kebesaran-Mu). Jadi, dengan secara langsung bertawasshul kepada Allah SWT tanpa perantara yang lain.

Kedua, dalam shalawat ini, bershalawatnya untuk seluruh Nabi dan Rasul, tidak hanya bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW saja, dengan kalimat yang mengatakan “Wa ‘Alaa Saairi al-Anbiyai Wa al-Mursaliin” (seluruh Nabi dan Rasul).

Ketiga, dalam shalawat ini TGKH Muhammad Zanuddin Abdul Madjid tidak lupa mendo’akan perjuangannya dengan kalimat yang mengatakan “Wa an Tu’ammira Nahdlah al-Wathani Wa Nahdlah al-Banati bi Furu’ihima Ila Yaumiddin” (Semoga Engkau waha Allah SWT berkenan memakmurkan NWDI dan NBDI, serta cabang-cabangnya sampai hari kemudian).

Selain ketiga hal yang menjadi kekaguman Syeikh Hasan Muhammad Al-Masysyath di atas, shalawat ini juga berisikan sejumlah permohonan (baca: do’a) kepada Allah SWT, yakni permohonan akan pertolongan Allah dalam menghadapi segala macam problematika kehidupan, terbukanya rahmat dan berkah dari Allah SWT, memohon rizki yang banyak, pemeliharaan dari segala macam bala atau bahaya, serta ampunan (maghfirah) dari Allah SWT atas segala noda dan dosa, sehingga pada saat meninggalkan dunia yang fana ini seseorang dapat meninggal dalam keadaan bersih

Sungguh begitu indah dan mempesona sebuah susunan shalawat yang telah ia susun dalam rangka mendo’akan segala yang memiliki keterkaitan dalam kehidupan baik dalam alam nyata maupun kasat mata. Terbukti bahwa seorang maha guru yang amat sayang kepadanya tersenyum kagum terhadap shalawat yang telah ia persembahkan untuk Allah SWT, Seluruh Nabi dan Rasul, dan untuk perjuangannya beserta cabang-cabangnya di mana saja berada hingga hari kiamat.

Semoga Bermanfaat bagi Nahdliyyin Nahdliyyat Semua.